Bambu komposit bisa diperhitungkan untuk menjadi bahan baku mebel yang ramah lingkungan. Pemikiran untuk mencari alternatif bahan baku mebel, perlu dikembangkan terus. Mata dan pikiran perlu dibuka, termasuk untuk bambu komposit sebagai bahan baku mebel alternatif.
Mengapa mencari bahan baku alternatif? Karena kayu hutan akan semakin mahal dan langka. Sementara itu, kebutuhan perabot rumah tangga akan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Tanpa ada bahan baku alternatif dari kayu hutan untuk perabot rumah tangga atau furniture, maka kebutuhan kurang terpenuhi, harga semakin mahal, dan bukan mustahil penggundulan hutan yang liar akan semakin banyak. Kendali regulasi tidak mempan mengatasi penggundulan hutan. Alam akan terancam
Temuan dari Prof Dr Bambang Subianto MSc, Kepala Pusat Inovasi LIPI, Serpong, Tangerang, Provinsi Banten, perlu didengarkan dan diperhitungkan. Temuan ini telah dipatenkan. Mungkin belum banyak yang memperhitungkan bambu ini sebagai bahan furniture, tetapi bambu ini telah layak sebagai bahan lantai, papan rumah. Bambu komposit ini sekuat kayu jati atau baja dan mampu bertahan sampai 25 tahun. Serat bambu mempunyai kuat tarik tinggi, 2 kali kuat tarik baja tulangan.
Apakah Bambu Komposit itu?
Bambu komposit adalah bambu olahan. Bambu dibelah secara vertikal menjadi 2 bagian. Lalu diberi tekanan 25kgf per cm2 dan panas 150 derajat celcius selama 30 menit. Kemudian dilaminasi untuk menjadi balok-balok kayu. Konsultan bangunan dari Belanda Bow Technologie RDA BV, membuktikan bahwa bambu komposit ini punya kekuatan dan daya tahan setara kayu kelas I dan II, sekuat merbau, bengkirai, jati.
Nor Intang Setyo H dari Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman mengatakan serat bambu mempunyai kuat tarik tinggi, 2 kali kuat tarik baja tulangan. “Bila bambu dimanfaatkan sebagai balok komposit dapat menghemat penggunaan kayu dan biaya pun murah,” kata Intang. Bambu tahan lama lantaran kandungan silika dalam jaringan parenkim mencapai 0,1 – 1,78%.
Bambu berdiameter homogen berpengaruh terhadap kerapatan komposit. Jika menggunakan bambu yang mengecil di ujung, “Ketebalan bisa diseragamkan dengan pemberian lem sebagai pengisi, tapi kerapatannya akan berbeda,” kata Subiyakto. Bambu yang digunakan berumur minimal 4 tahun yang memiliki kekuatan optimal. Bandingkan dengan umur pohon yang rata-rata puluhan tahun.
Pada prinsipnya semua jenis bambu bisa dibuat komposit. Namun, hasil terbaik diperoleh kalau menggunakan bambu berdiameter homogen dari pangkal sampai ujung seperti bambu sembilang Dendrocalamus giganteus dan bambu tali alias bambu apus Gigantochloa apus. .
Asal Muasal Ide Bambu Komposit
Menurut Dr Ir Subiyakto MSc – peneliti bambu di Pusat Penelitian Biomaterial LIPI – ide membuat bambu komposit berawal dari kunjungannya ke China. Di negeri Tirai Bambu itu ia melihat bambu dijadikan pelapis lantai untuk menggantikan ubin teraso dan keramik.
Pengalaman itu terus terbayang dalam benaknya. Setelah tiba di tanahair, peneliti 51 tahun itu tertarik mencoba. Namun, “Belum ada mesin crusher (perata, red) yang sesuai untuk bambu,” kata Subiyakto.Kebetulan ayah 3 anak itu melihat mesin penghancur kayu di Universitas Kyoto, Jepang. Ia lalu meniru desainnya. Mesin pertama selesai akhir 1997. Itu digerakkan motor listrik berkekuatan 7 tenaga kuda.
Kelemahannya, alur roda penggiling terlalu renggang sehingga pelupuh – belahan bambu yang diratakan – yang dihasilkan kurang halus. Akibatnya proses perataan mesti diulang sampai 7 kali. Oleh karena itu ia membuat mesin yang lebih sempurna pada 2000. Alur ketiga roda pengepres di dalamnya berbeda kerapatan, renggang di awal, agak rapat di tengah, dan paling rapat di bagian ujung. Perbedaan alur itu untuk menghaluskan dan memperbanyak retakan pada pelupuh.
Makin banyak dan halus retakan, lem makin baik tersebar sehingga komposit seragam kerapatan dan kekuatannya. “Kalau langsung menggunakan roda penggiling yang rapat, perlu mesin lebih kuat. Selain itu berisiko menghancurkan bambu,” kata Subiyakto. Dengan mesin baru itu proses cukup 3 – 4 kali. Untuk menghasilkan selembar papan bambu komposit berukuran 240 cm x 120 cm x 4 cm, perlu 5 – 7 batang bambu sepanjang 6 – 7 m.
Pembuatan Bambu Komposit menjadi Papan
- Potong bambu sepanjang 2,4 m – ukuran panjang standar kayu lapis – lalu belah menjadi 2 bagian.
- Masukkan bambu ke mesin crusher sehingga menghasilkan pelupuh – bentuk rata. Ulangi (masukkan kembali) pelupuh itu 3 – 4 kali sampai retakan pelupuh banyak dan halus.
- Masukkan pelupuh ke mesin pengelem (glue spreader). Ada 2 jenis lem yang digunakan: urea formaldehid untuk membuat bahan interior, fenol formaldehd untuk membuat bahan eksterior.
- Jemur papan sampai kadar air maksimal 5%. Lebih dari itu, lem sulit terdistribusi dan perlu waktu lebih lama pada tahap pengempaan panas. Susun papan dengan arah serat bersilangan untuk mempertinggi kekuatan. Jika serat papan
- pertama membujur, maka serat papan di atasnya melintang, dan seterusnya.
- Pres papan dengan kempa panas pada tekanan 25 kgf/cm2. Bambu komposit untuk bahan interior dipanaskan pada suhu 130oC; eksterior 150C.
- Amplas bagian tepi papan dan digerinda untuk menghaluskan.
Sumber